Misteri Weton Tulang Wangi di Malam 1 Suro, Ini Kata Budayawan

Daftar Isi

STCPOS.ID | Menjelang malam 1 Suro 2025, kepercayaan terhadap weton tulang wangi kembali menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Jawa. 

Sebagian orang percaya, mereka yang memiliki weton tulang wangi dilarang keluar rumah pada malam 1 Suro karena diyakini berisiko mengalami gangguan dari makhluk gaib.

Lantas, benarkah orang dengan weton wangi dilarang keluar rumah saat malam 1 suro dan dari mana asal muasal mitos ini?

Apa Itu Weton Tulang Wangi? 

Weton tulang wangi adalah salah satu kepercayaan tradisional dalam budaya Jawa.

Menurut Kepala Pusat Unggulan Iptek Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sahid Teguh Widodo, weton ini berkaitan erat dengan momentum 1 Suro atau 1 Muharam, yang menjadi penanda tahun baru dalam kalender Islam.

“Weton tulang wangi dan kepercayaan lain terhadap malam 1 Suro merupakan bentuk self-cultivation atau budidaya diri untuk menapaki sesuatu yang baru, dalam hal ini untuk menyambut tahun baru Islam,” kata Sahid, dikutip stcpos.id, Kamis (26/6/2025). 

Sahid menambahkan, budaya Jawa tidak bersifat antropologis, melainkan kosmologis. Artinya, masyarakat Jawa menganggap diri mereka sebagai bagian dari semesta, bukan individu yang terpisah dari alam.

“Saya rasa weton tulang wangi yang dikaitkan dengan gejala-gejala tersebut tidak jauh dengan self-cultivation orang Jawa untuk menjadi subjek di semesta alam ini sesuai dengan konsep kosmologi tadi,” ujarnya. 

Ciri-Ciri dan Daftar Weton Tulang Wangi 

Budayawan sekaligus dosen Ilmu Sejarah UNS Surakarta, Tunjung W Sutirto, menjelaskan bahwa orang yang lahir dengan weton tulang wangi biasanya memiliki kepekaan spiritual tinggi. 

“Maka orang dengan weton tulang wangi itu penggambarannya, wataknya sangat peka terhadap lingkungan, baik lingkungan yang terlihat maupun yang tidak kasat mata,” ungkapnya. 

Adapun beberapa hari kelahiran (weton) yang termasuk dalam kategori tulang wangi antara lain:

- Senin Kliwon 
- Senin Wage 
- Senin Pahing 
- Selasa Legi 
- Rabu Kliwon 
- Rabu Pahing 
- Kamis Wage 
- Sabtu Wage 
- Sabtu Legi 
- Minggu Pon 
- Minggu Kliwon 

Mengapa Weton Tulang Wangi Dilarang Keluar saat Malam 1 Suro? 

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam 1 Suro diyakini sebagai malam yang penuh dengan energi spiritual dan mistis. 

Roh leluhur disebut-sebut turun ke bumi pada malam itu, dan orang yang memiliki weton tulang wangi dianggap lebih rentan berinteraksi dengan makhluk astral.

“Karena, orang dengan weton tulang wangi ini punya kedekatan dengan makhluk halus atau astral, maka mereka yang memiliki weton itu bisa bersinggungan dengan roh-roh itu, sehingga bisa berdampak pada energi negatif yang terserap olehnya,” ujar Tunjung. 

Karena itu, mereka yang memiliki weton tersebut disarankan untuk berdiam diri di rumah, berdoa, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. 

“Sehingga, dalam tradisi Jawa kaitan antara weton tulang wangi dengan datangnya malam 1 Sura itu bersifat koherensi,” lanjutnya. 

Asal-Usul Tradisi Satu Suro dan Sinkretisme Budaya Tundjung menjelaskan bahwa tradisi malam 1 Suro dimulai sejak tahun 1633 M, ketika Sultan Agung menciptakan kalender Jawa. 

Tujuannya adalah untuk menyatukan unsur budaya Hindu-Jawa dan Islam dalam satu sistem waktu. 

“Tradisi satu Suro itu tentu terkait dengan satu peristiwa tahun 1633 abad ke-17 sejak Sultan Agung menciptakan kalender Jawa,” jelas Tundjung. 

Momentum 10 Muharam juga dipandang sakral karena banyak peristiwa besar terjadi, seperti selamatnya Nabi Musa dari kejaran Firaun dan berlabuhnya kapal Nabi Nuh. 

Oleh karena itu, Sultan Agung mengambil nama Suro dari kata Asyura (10 Muharam) untuk menamai bulan ini. 

Suro juga dianggap sebagai bulan yang istimewa, sehingga masyarakat Jawa menetapkan berbagai ritual khusus seperti pembacaan jenang suran sebagai simbol ramalan nasib satu tahun ke depan. 

Mitos Pasukan Kanjeng Ratu Kidul dan Larangan Keluar Rumah Salah satu mitos yang berkembang di masyarakat adalah tentang “lampor”, yaitu pasukan gaib Nyai Roro Kidul yang dipercaya keluar pada malam 1 Suro menuju keraton. 

Suara angin kencang dan suasana mencekam sering dikaitkan dengan fenomena ini. “Yang tidak boleh keluar rumah itu yang punya weton tulang wangi, misalnya Senin Kliwon, karena akan jadi sasaran makhluk gaib,” kata Tunjung. 

Meskipun tidak semua masyarakat modern mempercayai hal ini, sebagian kalangan, terutama di daerah pedesaan dan sekitar Keraton Surakarta, masih memegang teguh tradisi tersebut. 

Perubahan Makna Suro di Era Modern Tunjung menilai bahwa seiring perkembangan zaman, makna bulan Suro mulai bergeser. 

Kini, malam 1 Suro lebih banyak dimaknai sebagai momen kontemplasi dan berbuat baik untuk menyambut datangnya tahun baru dalam kalender Jawa.

“Apresiasinya tidak lagi menganggap sakral atau absolut, tapi untuk kebaikan,” ucapnya. 

Masyarakat mulai menekankan nilai spiritual seperti sedekah, tirakat, dan istigasah, bukan lagi sebagai waktu yang tabu untuk perayaan seperti pernikahan atau pesta selama bulan Suro.