Ada Lapak Solar Ilegal di Panongan Kabupaten Tangerang, Polisi Diminta Tegas

Daftar Isi

STCPOS.ID| Praktik penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar makin menjadi-jadi, saat melakukan aktivitas ilegalnya mereka seakan tak tersentuh hukum.

Seperti salah satu lapak yang berada di wilayah Desa Ranca Iyuh, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, diduga kuat tempat untuk menimbun Solar subsidi.

Dari pantauan dilokasi, nampak kendaraan truk berwarna biru putih diduga transportir sedang mengisi solar di dalam lapak tersebut.

"Ini lapak punya bos Rendi," kata narasumber yang sedang berada di lapak tersebut, Minggu (20/4/25).

Kendati demikian, terkait adanya lapak misterius tanpa papan nama layaknya seperti lapak lainnya, kuat dugaan disinyalir lapak itu tempat untuk menimbun Solar subsidi dan Polisi diminta tindak tegas.

Untuk diketahui, soal usaha ataupun penggunaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi khususnya terhadap kebutuhan industri tentunya mengacu pada standar peraturan perundang-undangan yakni UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Menyatakan perbuatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan usaha niaga tanpa Izin.

Disebutkan bahwa selain kejelasan tentang izin usaha angkutan (Transportir), izin usaha Niaga Umum yang mengacu kepada bahan baku ataupun hasil produksi minyak bagi ketersediaan barang tersebut.

Artinya, bukan berasal dari barang kebutuhan subsidi yang dikumpulkan melalui 'cara-cara miring' atau modus tertentu si pengusaha kemudian dikemas menjadi barang kebutuhan industri lewat hadirnya dokumen lengkap pengiriman seakan-akan resmi dan tak bermasalah. 

Sementara pada Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar. (*/red)