Meski Kota Tangerang Jadi Kasus Penyalahgunaan Obat Keras Tertinggi, Tapi Masih Tetap Buka, Ada Apa?
Daftar Isi
![]() |
Salah satu toko obat keras di wilayah Kota Tangerang. (Dok. Foto/Ist) |
STCPOS.ID | Selama tahun 2024, Kota Tangerang tercatat sebagai daerah dengan kasus penyalahgunaan obat keras terbanyak di Provinsi Banten.
Dari data yang dihimpun Balai BPOM, terdapat 102 kasus di Kota Tangerang. Hal itu disampaikan Kepala Balai BPOM di Serang, Mojaza Sirait dirinya menyebutkan angka ini mencerminkan tingginya tingkat peredaran dan penyalahgunaan obat keras di dua kota tersebut.
"Sampai saat ini, Kota Tangerang memegang rekor terbanyak dengan 102 permintaan sampel untuk penyalahgunaan obat keras," katanya dikutip Minggu (9/2/25).
Meski demikian, peredaran obat keras atau pil koplo jenis tramadol dan eksimer di Cipondoh dan Cikokol, Kota Tangerang masih saja nekat menjual obat-obatan terlarang itu.
Dengan modus atau berkedok toko kosmetik, penjual obat keras nampak aman-aman saja bahkan mereka tak tersentuh oleh aparat Penegak Hukum (APH).
Hal itu tentu menimbulkan tanda tanya, bahkan dugaan adanya dugaan koordinasi terhadap APH, sehingga pelaku bebas membuka toko untuk menjual obat-obatan terlarang tersebut.
Diberitakan sebelumnya, peredaraan obat keras jenis tramadol dan eksimer di Cipondoh, Cikokol Kota Tangerang dan sekitarnya di kendalikan oleh seseorang yang diduga berasal dari Aceh.
"Sudah satu bulan ini mulai bebas kembali penjualan obat keras jenis tramadol dan eksimer di Kota Tangerang, puluhan toko obat tersebar di Cipondoh, Cikokol, Batuceper, yang punya pemain lama," ungkap narasumber kepada stcpos.id.
Untuk diketahui, pelanggaran penyalahgunaan obat-obatan ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan untuk Pengedar bisa dikenakan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UU No 8 tahun 1999) dan jika merujuk pada Pasal 197 dan 198 Undang-undang Kesehatan, pengguna yang meracik sendiri tanpa keahlian bisa di Pidana.
Sementara pada Pasal 197 berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan yang tidak memiliki Izin Edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dipidana dengan Pidana penjara paling lama 15 tahun dan Denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Kemudian pada Pasal 198, Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan Praktik Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana Denda paling banyak Rp 100 juta. (*/Red)